
Berbicara tentang bangunan peninggalan Belanda di Indonesia memang banyak sekali. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh keberadaan Belanda yang berkuasa cukup lama di Indonesia. Salah satu bangunan Belanda yang tetap berdiri adalah Benteng Vastenburg. Terletak di Jalan Jenderal Sudirman, kawasan Gladak, sudut Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Bangunan ini didirikan lurus dengan Keraton Yogyakarta yang masih sangat kokoh dan mewah. Benteng Vastenburg ini tidak bernasib sama dengan Keraton Yogyakarta. Pasalnya, bangunan tersebut tampak ringkih, kotor, serta material bangunan mulai mengalami kerusakan.
Tidak hanya itu, menurut travel.okezone.com benteng tersebut sempat jatuh pada pihak swasta. Sangat disayangkan sekali jika bangunan yang memiliki seribu cerita tidak diakui dan dirawat dengan baik oleh pihak pemerintah. Namun kabarnya, pemerintah Kota Solo telah merebut kembali benteng tersebut untuk dijadikan ikon budaya Kota Solo dan sebagai tempat pariwisata. Terbukti dengan adanya renovasi yang dilakukan pada Benteng Vastenburg, meski bangunan tidak berubah. Namun wajahnya sudah berseri kembali.

Benteng Vastenburg dibangun oleh VOC pada masa pemerintahan Jenderal Baron Van Imhoff pada abad ke – 17. Berdiri di atas tanah seluas 40.000 meter persegi berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujungnya terdapat penonjolan ruang yang disebut seleka (bastion). Tujuan dari pembangunan benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dan barak tentara. Selain itu ia juga berfungsi sebagai tempat tinggal bagi residen Benteng Vastenburg karena di dalam benteng itu terdapat rumah para perwira dan pejabat politik kompeni.
Menurut data dari artikel Kemendikbud Indonesia, material utama dari benteng tersebut adalah batu dengan tinggi 6 meter dan menggunakan konstruksi bearing wall. Di sekeliling tembok benteng akan mendapati parit yang difungsikan sebagai perlindungan dengan jembatan yang berada di pintu depan dan belakang. Di tengah terdapat lahan terbuka yang digunakan untuk upacara bendera. Sementara di dalam benteng terdapat petak-petak yang digunakan sebagai rumah tinggal para prajurit dan keluarganya. Terdapat juga dua pintu depan dan belakang sebagai akses masuk ke dalam benteng. Menurut cerita dan dokumen sejarah, terdapat empat sumur kuno peninggalan Belanda di kompleks Benteng Vastenburg sempat hilang, tapi saat ini sudah ditemukan dan dihidupkan kembali agar bisa dimanfaatkan masyarakat.

Benteng Vastenburg mengalami perubahan nama dua kali. Awal mula dibangun ia diberi nama Grootmoedigheid. Tahun 1750 nama benteng itu diubah menjadi Vastenburg. Ternyata tak hanya nama saja yang mengalami perubahan dua kali, model bangunannya pun sama. Benteng Vastenburg dua kali diubah oleh arsiteknya, proyek perbaikan itu selesai pada 1788, dengan menghabiskan biaya sebanyak 2021 real.
Fungsi benteng mengalami perubahan seiring dengan kebijakan baru Daendels. Ketika Daendels berkuasa di bawah pengaruh Perancis terjadi banyak perubahan pada tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan strategi militer untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Dalam hal ini Daendels melihat bahwa model Pertahanan Belanda yang selalu mengandalkan benteng dianggap tidak lagi efektif. Taktik yang dilakukan Daendels adalah mengubah strategi pertahanan terpusat menjadi pertahanan teritorial yang tersebar di berbagai wilayah.
Dampak dari perubahan fungsi benteng cukup banyak seperti membangun barak-barak di luar benteng. Tak hanya itu dampak lainnya adalah ia terpaksa membuat jalan milter yang menghubungkan titik-titik strategis kota, pelebaran jalan dari depan Benteng Vastenburg menuju Kartasura, Boyolali, Salatiga, Ungaran, dan Semarang. Kantor residen yang dibangun terpisah dari benteng juga termasuk dampak dari perubahan fungsi benteng. Dampak lain yang lebih terasa adanya perubahan opini masyarakat Eropa di Surakarta bahwa benteng bukan lagi merupakan satu-satunya jaminan bagi mereka untuk tempat perlindungan.
Dengan sistem pertahanan yang menyebar, penduduk sipil Eropa yang bermukim di Surakarta tidak lagi harus tinggal di dalam benteng. Hal ini kemudian memunculkan lingkungan pemukiman Eropa yang terletak di sekitar benteng di sebelah selatan Kali Pepe.
Setelah kemerdekaan, benteng ini digunakan sebagai markas TNI untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada masa 1970-1980an bangunan ini digunakan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya. Menurut Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, sumur kuno peninggalan Belanda akan dikembalikan fungsinya, keberadaannya juga wajib dilestarikan. “Harus dikembalikan fungsinya seperti dulu karena sumur tersebut menjadi bagian dari sejarah Benteng Vastenburg agar anak-cucu kita tahu sejarah kotanya sendiri,” terang Rudy kepada tim okezone.com.

Walikota Solo juga menyatakan komitmennya untuk bisa menggaet Benteng Vastenburg menjadi aset negara. Meskipun apa yang dilakukan harus berhadapan dengan rasa ketidaksenangan sebagian kalangan yang memegang Hak Guna Bangunan (HGB). Meski begitu, Rudy tetap menjaga komitmen membawa kembali Benteng Vastenburg kepada negara. Apalagi, sejak berbagai acara digelar di benteng tersebut, sudah lebih 100.000 orang yang merasakan manfaat Benteng Vastenburg.
3 pemikiran pada “Benteng Pertahanan Sempat Tak Memiliki Pengakuan”
Sangat disayangkan jika bangunan seperti ini tidak menjadi cagar budaya, semoga dengan informasi ini masyarakat bisa melihat betapa pentingnya bangunan kuno
Terima kasih kak sudah mampir.
semoga tempat ini lebih diperthatikan lagi oleh pemerintah setempat, karena sangat sayang bila dilupakan