Perjalanan Arsitektur Indonesia dari Masa ke Masa

Source : blog.tripcetera.com

Arsitektur di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi pun menjadi salah satu alasan mengapa arsitektur Indonesia mengalami perubahan. Menurut data dari jurnal karya Maria I Hidayatun, Josef Prijotomo, dan Murni Rachmawati, perkembanhan arsitektur dipengaruhi oleh tiga komponen yakni globalisasi, internasionalisasi, dan universalitas yang sifatnya berorientasi pada kesamaan yang mendunia. Untuk itu, harus ada satu sikap dari para Arsitek di Indonesia agar jati diri arsitektur di Indonesia tidak hilang ditelan arus perkembangan jaman.

Melalui pemikiran 3 tokoh arsitektur yakni Mangunwijaya, Prijotomo, dan Pangarsa, didapatkan hasil bahwa nilai kesetempatan atau nilai lokalitasnya merupakan bagian penting dalam karya arsitektur sebagai dasar untuk menjaga dan mengembalikan jati diri arsitektur di Indonesia. Sementara itu nilai kesemestaan (persamaan wujud) tidak dapat dihindari karena jaman selalu berubah. Nah, melalui nilai kesetempatan (identitas atau lokalitas) akan diarahkan dan diberikan petunjuk bagaimana keberlangsungan dan kelestarian jati diri itu dipertahankan dalam perkembangan zaman. Keberlangsungan dan kelestarian kesetempatan dalam menghadapi nilai-nilai kesemestaan dapat dilakukan melalui kecerdasan sikap, modifikasi, dan tafsir ulang dengan menggunakan pemikiran yang kritis. Sementara keunikan alam, material, dan integrasi tergantung dalam keadaan suatu tempat.

Di Indonesia sendiri terdapat 5 periode yang tercatat dalam sejarah perkembangan arsitektur Indonesia. Mari dibaca secara seksama, kami akan mengulas satu per satu.

  1. Arsitektur Vernakular atau Tradisional
    Source : holamigo.id (Rumah Adat Toraja)

    Terdapat perbedaan pendapat mengenai arsitektur vernakular ini. Pertama, ada yang mengatakan bahwa vernakular berasal dari tradisi Hindu besar dibawa ke Indonesia dari India melalui Jawa. Yang kedua, arsitektur vernakular ini tumbuh dan berasal dari rakyat suatu daerah yang merupakan identitas dari setiap daerahnya. Indonesia memiliki berbagai macam etnis, sehingga terdapat macam-macam bangunan dengan gaya arsitektur vernakular yang berbeda.Yang ketiga adalah arsitektur pribumi asli seperti rumah yang ditemukan di daerah pedesaan. Dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti atap ilalang, anyaman bambu, kayu kelapa, dan batu. Bangunannya merupakan representasi dari keadaan lingkungan sekitar. Rumah-rumah di pedalaman Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu. Contohnya di pedalaman Madura, Jawa Timur, masih banyak yang menggunakan konsep vernakular untuk hunian mereka. Hal ini juga dikarenakan faktor ekonomi keluarga.

    Ternyata terdapat perbedaan bentuk untuk Indonesia bagian timur. Bentuk bangunannya biasanya memiliki lantai berbentuk lingkaran dan berstruktur atap kerucut tinggi seperti bentuk sarang tawon atau struktur atap berbentuk kubah elips.

  2. Arsitektur Zaman Hindu-Buddha
    Source : instagram.com/myearthproject (Candi Prambanan)

    Perkembangan Agama Hindu dan  Buddha yang telah mempengaruhi sistem pemerintahan, kepercayaan, social, dan budaya masyarakat juga tampak pada arsitekturnya. Hal yang paling dominan adalah munculnya arsitektur candi sebagai bentuk pengaruh yang tak terpisahkan. Candi di Indonesia dapat ditelusuri dari Sumatera, Jawa, dan Bali. Arsitektur candi pada dasarnya adalah bangunan yang digunakan untuk tujuan peribadatan dan pemakaman para raja.

    Menurut buku Perkembangan Arsitektur karya Riziq Hasan, karakter arsitektur candi di Indonesia memiliki beberapa ciri berdasarkan lokasi, struktur, dan ornamennya. Arsitektur candi Hindu-Budha di Indonesia dapat di temui di Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra karya  Silpin yaitu seniman yang membuat candi (Arsitek zaman dahulu). Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.

    Untuk bentuk dari arsitektur Hindu-Buddha ini  kebanyakan berbentuk candi yang meniru tempat tinggal para dewa, yaitu Gunung Mahameru. Oleh karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola yang menggambarkan alam Gunung Mahameru. Peninggalan-peninggalan purbakala, seperti bangunan candi, patung, prasasti, dan ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu-Budha. Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain : kaki, tubuh, dan atap.

    Untuk material yang digunakan sesuai dengan batu di lingkungan sekitar dan ketersediaan bahan serta teknologi arsitektur masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah menggunakan batu andesit, sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa Timur banyak menggunakan bata merah. Demikian pula candi-candi di Sumatera seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi, dan Muara Takus yang berbahan bata merah.

  3. Arsitektur Islam
    Source : PesonaIndonesia.com (Masjid Demak)

    Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi) yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia.

    Nah, tentunya hal tersebut juga berpengaruh terhadap corak bangunan yang ada di Indonesia. Setelah islam masuk, mulai terdapat bangunan masjid sebagai tempat beribadah. Banyak masjid agung di Indonesia dan tetap mempertahankan bentuk asalnya yang menyerupai candi Hindu/Buddha bahkan pagoda Asia Timur. Terdapat pula yang menggunakan konstruksi dan ornamentasi bangunan khas daerah masjid tersebut berada. Pada perkembangan selanjutnya arsitektur masjid lebih banyak mengadopsi bentuk dari Timur Tengah, seperti atap kubah bawang dan ornamen yang diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda. Kalau dilihat dari masa pembangunannya, masjid sangat dipengaruhi budaya yang masuk pada daerah itu.

    Salah satu bangunan masjid tertua di Indonesia adalah Masjid Demak.  Masjid ini terletak di Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercaya pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama penyebar agama Islam. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

  4. Arsitektur Kolonial
    Source : Humas Jabar (Gedung Sate)

    Dilansir dari arsitur.com, masuknya Eropa ke Indonesia menambah kekayaan ragam arsitektur di Nusantara. Seiring berkembangnya peran dan kuasa, kaum Eropa semakin dominan dan permanen hingga akhirnya berhasil berekspansi dan mendatangkan tipologi baru. Selain itu, semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan ke-19) memperkenalkan Indonesia pada bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial, rumah sakit atau fasilitas militer. Selain itu panggunaan material beton juga merupakan pengaruh dari kaum Belanda pada saat itu.

    Ciri bangunan kolonial bisa dilihat dari pilar-pilar yang khas dengan nuansa arsitektur klasik eropa. Selain itu tampak dari bentuk jendela yang berjejer sepanjang sisi bangunan.  Struktur atap kuda-kuda juga termasuk ciri yang paling menonjol dari bangunan kolonial.

    Salah satu contoh bangunan kolonial yang ada di Indonesia adalah Gedung Sate di Bandung. Proses pembangunan gedung melibatkan 2000 pekerja, 150 orang di antaranya adalah pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan. Selebihnya adalah tukang batu, kuli aduk, dan peladen yang merupakan pekerja bangunan berpengalaman membangun Gedung Sirap (kampus ITB) dan Gedung Papak (Balai Kota).

    Arsiteknya sendiri, memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya adalah Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat tusuk sate dengan 6 buah ornamen sate yang melambangkan 6 juta gulden – jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.

  5. Arsitektur Kontemporer
    Source : dsgntalk.com (Contoh bangunan kontemporer)

    Arsitektur kontemporer adalah buah terbaru dari perkawinan berbagai gaya arsitektur sebelumnya, sehingga tak ada satu pun gaya arsitektur yang mendominasi.

    Secara sepintas, pemerhati arsitektur pemula pun dapat dengan mudah menerka seperti apa bentuk bangunan bergaya kontemporer ini. Memang perbedaan gaya desainnya cukup menonjol, terutama dari struktur bangunan dan bentuk bangunan yang dibuatnya. Namun, arsitektur kontemporer tentu tak hanya sekedar itu. Istilah arsitektur kontemporer sendiri merujuk pada gaya bangunan yang berkembang di era modern saat ini. Gaya kontemporer bisa juga digunakan untuk melabeli sebuah gaya lama yang dikemas dengan konsep terkini sehingga hasilnya lebih segar dan berbeda.

    Oleh karena itu, gaya ini memiliki beberapa turunannya seperti kontemporer modern, klasik, dan rustic. Di abad ke-21 ini, gaya kontemporer semakin menuai kesuksesan berkat adanya bantuan teknologi yang semakin menyempurnakan hasil desainnya. Penerapan arsitektur kontemporer pun tak bisa dilepaskan dari peran teknologi hingga berbagai jenis material terkini. Bangunan kontemporer biasanya ditandai dengan bentuk atap yang unik dan tidak biasa, pemanfaatan cahaya alami, menerapkan ruangan terbuka, serta penggunaan eksterior bangunan. Contoh bangunan kontemporer banyak sekali di Indonesia. Hampir setiap hunian saat ini menggunakan arsitektur kontemporer.

Baca juga :  Dinding Dempet Rasa Parasit

Dari setiap proses perkembangan arsitektur ternyata memiliki filosofi mendalam. Hal ini yang menjadikan setiap fase memiliki keunikan tersendiri. Semakin hari, semua hal mengalami perkembangan termasuk arsitektur. Mungkin ada baiknya jika para Arsitek tetap menerapkan jati diri arsitektur Indonesia di tengan arus globalisasi serta dipadupadankan dengan konsep terkini.  Maka dari itu, identitas bangunan Indonesia akan tetap eksis apabila para pelaku arsitektur secara konsisten dan sadar terhadap kekayaan Indonesia.

2 pemikiran pada “Perjalanan Arsitektur Indonesia dari Masa ke Masa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *