Pernahkah terlintas dipikiranmu untuk mendatangi tempat yang konon katanya dibuat oleh jin? Bukankah hawa yang dirasakan akan sedikit menegangkan dan menyeramkan? Tapi tahukah kamu kalau ada salah satu masjid terkenal di Malang yang memiliki julukan ‘masjid jin’?
Masjid ini berlokasi di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Malang, Jawa Timur. Masjid yang didominasi oleh warna biru dan putih ini memiliki nama Masjid Tiban. Jaraknya dari jalan raya ke desa tersebut tidak begitu jauh, kurang lebih satu kilometer. Dengan bangunnya yang tinggi, Masjid Tiban sudah dapat dilihat dari kejauhan.
Julukan unik masjid ini diperoleh lantaran pembuatannya yang tidak diketahui warga sekitar. Ribuan jin dipercaya membangun Masjid Tiban karena masjid ini muncul secara tiba-tiba. Masjid sebesar ini seketika muncul di tengah rumah warga dan tidak diketahui proses pembuatannya. Makanya diberi nama Masjid Tiban yang artinya masjid yang muncul secara ajaib, tiba-tiba, dan bernuansa kegaiban.
Tahun 1978 menjadi tahun kelahiran masjid fenomenal ini. Kamu bisa melihat ornamennya yang khas Turki, India, Russia, dan Mesir. Padahal konstruksi bangunan ini tidak tertata rapi dan agak sembarangan namun tetap enak dipandang. Masjid dengan desain yang megah serta menawan ini digadang-gadang hanya memakan waktu satu malam untuk membangunnya.

Selain rumor dibangun dalam satu malam, rumor lain yang menguatkan hal mistis itu adalah tidak adanya warga yang tahu kapan pembangunan dilakukan. Mereka tidak melihat jelas adanya truk-truk besar yang membawa semen dan bahan bangunan lainnya. Masjid ini juga tidak melibatkan masyarakat sekitar saat pembangunan.
Di dalam masjid ini terdapat Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah. Pondok pesantren tersebut didirikan oleh KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam. Romo Kiai Ahmad jugalah yang turut merancang desain Masjid Tiban ini. Pembangunan setiap detail masjid dilakukan setelah shalat istikharah. “Betul, jadi bangunan ini berdasarkan istikharah. Jadi istikharah ini merupakan olah rasa dalam hati yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” jelas Iphoeng HD Purwanto, salah seorang santri pondok pesantren tersebut pada tugumalang.id.
Bangunan ini dibangun oleh tangan-tangan santri pondok pesantren yang diketuai Romo Kiai Ahmad. Apabila ada bagian yang dibuat sedikit terlalu besar dari hasil yang sudah ditentukan sesudah shalat istikharah, maka akan dibangun ulang. H Mustafa, salah satu pengurus masjid mengatakan pada Merdeka.com, “Dasarnya istikharah. Ini dibangun di sana langsung sesuai ukurannya. Kalau kebesaran sedikit saja pasti disuruh bongkar. Setiap kamar memiliki manfaat sendiri-sendiri.”
Masjid yang sangat megah ini memiliki 10 lantai. Pada lantai pertama terdapat musala dan tempat beristirahat; lantai 2 terdapat loket, ruang makan, dan dapur; lantai 3 ada musala lagi, akuarium, dan kebun binatang kecil; di lantai 4 kamu akan melihat tempat untuk keluarga pengasuh pondok; lantai 5 ada musala; lantai 6 ialah tempat untuk para santri beristirahat; lantai 7 dan 8 berisi toko-toko milik pesantren yang dijalankan oleh para santri; pada lantai 9 sedikit unik karena dibangun sebagai lereng gunung; lantai 10 juga bisa dibilang unik karena dibuat layaknya gua dan puncak gunung.

Tahun 2010 silam menjadi tahun yang cukup menyedihkan karena masjid ini kehilangan pendirinya yaitu Romo Kiai Ahmad. Masjid Tiban yang masih belum selesai pembangunannya ini akan dilanjutkan rancangannya oleh sang istri, Nyai Hj. Luluk Rifqah binti H. Romli. Tentu rancangan atau desain masjid akan ditentukan lewat shalat istikharah juga.
Selain menjadi tempat ibadah dan pondok pesantren, masjid ini sekarang menjadi tempat wisata religi yang dikunjungi banyak wisatawan. Bahkan Brunei Darussalam dan Malaysia sudah mengetahui masjid yang unik ini. Masjid ini nyatanya tidak dipromosikan untuk menjadi tempat wisata. Namun ornamen yang ada pada masjid serta asal-usulnya yang terkenal membuat para wisatawan kepo. Pada hari lebaran, pengunjung banyak berdatangan. Dikutip dari Kumparan, kurang lebih 10.000 pengunjung setiap hari saat hari Raya. Kondisi Indonesia yang sedang dilanda Covid-19 membuat masjid ini pasti sepi pengunjung. Padahal lonjakan pengunjung pernah menyampai 14.000 orang dalam sehari.