Dari Kandang Kuda Hingga Menjadi Rumah Kaya Sejarah

Rumah dinas militer, apa yang terbenak dipikiran kalian mengenai kalimat tersebut? Mungkin rumah yang memiliki bangunan seragam dengan kanan kirinya? Atau rumah berwarna hijau? Namun banyak cerita unik dibalik rumah tersebut.

Foto oleh : Rizky Adha Dharmawan/Quarter

Di sekitaran Balaikota Kota Malang tim kami melakukan penelusuran terhadap bangunan peninggalan yang masih dilestarikan bentuk aslinya, kami pun juga dengan sengaja mencari konstruksi yang didesain oleh pihak militer, bertemulah kami dengan kediaman Subroto yang terletak di Jl. Narotama Barat H-84, Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimibing, Kota Malang. Ia merupakan anak dari sang pemilik rumah dan merupakan satu – satunya anak yang menempati rumah tersebut. Diceritakanlah bahwa rumah ini merupakan bangunan pertama di komplek sini karena memang dahulu komplek ini dipusatkan untuk kandang dan lapangan untuk berkuda. Seiring berjalannya waktu dan bertambah banyaknya prajurit yang perlu tempat tinggal, diputuskanlah kandang kuda ini sebagai Kawasan residence juga dengan pembangunan dan hunian yang layak.

Rumah ini merupakan bangunan yang merupakan bekas pos penjagaan yang direnovasi habis – habisan menjadi sebuah rumah. Subroto menyebut tahun 50-an dan sekitar rumah baru dibangun sekitar 60-an. Itu yang membuat perbedaan arsitekturnya sangat jelas. Dari tahun ke tahun banyak perubahan di lingkungan sekitar namun tidak pada rumah ini yang dengan sengaja mempertahankan desain arsitektur vintage. “Bukan karena apa ya, lha wong jatinya sendiri aja masih utuh dan banyak juga furniture yang sudah ada sejak saya lahir sampe sekarang masih kuat, tapi memang sekarang banyak asbes yang perlu diperbaiki,” ujar Subroto.

Baca juga :  Mengingat Kenangan Batavia di Kota Tua

 

Foto oleh : Rizky Adha Dharmawan/Quarter

Sayanglah sayang mengetahui rumah ini bukanlah rumah milik pribadi begitu pula dengan tetangga lainnya di komplek ini. Sampai saat ini statusnya masih rumah milik negara. Mereka yang menempati hanya mengandalkan SK (Surat Keputusan) dari atasannya dahulu bagi yang veteran militer atau Surat Ijin Menggunakan tempa tinggal tersebut. Suatu saat memang dapat ditarik kembali bila dibutuhkan untuk kegiatan militer, terlebih yang diberi mandat untuk menempati rumah ini telah tiada, yakni Alm. Letkol. Purn. Samidjo atau ayah dari Subroto. “Sejujurnya kami ada tanah lagi yang sedang dibangun untuk rumah karena jaga – jaga bila sudah waktunya untuk diusir negara hehehe, tapi emang masih betah disini lha emang dari saya lahir udah disini”. Ujar Subroto.

Tapi menilik tentang bagaimana rumah tersebut masih dapat berdiri memang perlu dipelajari karena menurut pemaparan Subroto, rumah ini tidak pernah melakukan pemugaran besar-besaran, paling serius hanya penambahan ruang di bagian belakang rumah. Dari segi rangka rumah ini masih menggunakan kayu jati sebagai pilarnya berbeda dengan pilar – pilar rumah modern yang menggunakan beton. Sebagai perbandingan paling mudahnya adalah rumah bagian depan dan rumah bagian belakang rumah ini. Bagian depan yang dibangun tahun 50-an dengan pilar kayu jati dan asbes anyaman rotan, bagian belakang dibangun tahun 1997 untuk keperluan penembahan kamar dan ruang makan mengunakan pilar beton dan asbes yang langsung ke atap, dari segi kenyamanan lebih nyaman bagian depan karena menggunakan sistem atap yang tinggi untuk mengakali sirkulasi udara yang lebih baik dan untuk perihal maintenance lebih banyak di rumah bagian belakang. Semakin tua usia jati memang semakin kokoh karena semakin kering dan semakin padat jati tersebut.

Baca juga :  Lahan Sempit dan Budget Terbatas? Di Rumah Kontrainerin Aja!

 

Foto oleh : Rizky Adha Dharmawan/Quarter

Kembali pada historical rumah ini yang membuat Subroto sekeluarga belum berniat meninggalkan rumah ini yakni tentang kecintaannya terhadap warisan keluarga karena memang Subroto dibesarkan bersama dua kakak dan tiga adik sehingga telah menganggap rumah ini lebih dari rumah. “Ini kayak ada hal magis yang membuat saya betah disini, tapi memang juga karena saya besar di rumah ini, susah senang di rumah ini juga, jadi sayang mau pindah ditambah sama tetangga sudah cocok juga,” ujar Subroto. Jadi sebuah rumah dengan arsitektur yang unik dan juga ditambah dengan sejarah yang cukup panjang membuat kebanggaan tersendiri bagi penghuninya sekalipun rumah tersebut terlihat tua dan menyeramkan mereka tetap cinta pada rumah tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *